Empat Destinasi Wisata di Riau Yang Pantas Mendunia

Posted by

RIAU tidak hanya kaya akan sumber daya alam (SDA), tapi sejatinya juga negeri yang indah, yang layak menjadi daerah tujuan wisata. Itulah sebabnya, Plt. Gubernur Riau H. Arsyadjuliandi Rachman dalam berbagai kesempatan menyatakan bahwa saat ini paling tidak ada empat iven pariwisata di Negeri Lancang Kuning yang pantas menasional bahkan mendunia. Empat iven pariwisata ini seyogyanya juga mendapat dukungan yang maksimal dari Pemerintah Pusat, khususnya Kementerian Pariwisata.
Empat iven pariwisata dimaksud, yakni:
1. Wisata Ombak Bono
WISATA Ombak Bono atau juga disebut Gelombang Bono (Bono Wave) adanya di Sungai Kampar, Teluk Meranti, Pelalawan, Riau. Ombak Bono terjadi karena fenomena alam. Bono merupakan nama yang diberikan oleh masyarakat Teluk Meranti kepada gelombang yang terkategori Tidal Bore, yakni gelombang yang terjadi akibat adanya pertemuan antara arus sungai dengan arus laut yang menuju ke arah hulu dan hilir. Pertemuan ini menyebabkan gelombang besar yang menyerupai kondisi gelombang yang biasa kita lihat di tengah laut. Tinggi Gelombang Bono bisa mencapai 6 meter dengan kecepatan mencapai 40 km/jam.
Dulu, Ombak Bono ini sangat ditakuti masyarakat setempat karena sering memakan korban. Tapi kini, Ombak Bono ditunggu-tunggu masyarakat, khususnya turis mancanegara karena ternyata sangat asik untuk berselancar. Fenomena alam seperti Ombak Bono ini termasuk langka di dunia. Bahkan ada yang menyebut salah satu keajaiban dunia. Ombak Bono di Sungai Kampar, Teluk Meranti ini disebut sebagai ombak terbesar dan terbaik di dunia.
Untuk mencapai lokasi wisata Ombak Bono, jika bertolak dari Pekanbaru, Ibu Kota Provinsi Riau, terlebih dahulu kita dapat menuju Pangkalankerinci, Ibu Kota Kabupaten Pelalawan. Perjalanan menuju Pangkalankerinci dapat dilakukan melalui jalur darat dengan jarak tempuh sekitar 70 Km atau 2,5-3 jam perjalanan karena masih jalan tanah. Alat transportasi umum yang bisa digunakan adalah mobil travel atau biasa disebut dengan mobil superben. Biaya perjalanan dari Pekanbaru menuju Pangkalankerinci sekitar Rp20.000. Kemudian dari Pangkalankerinci menuju Teluk Meranti bisa menggunakan mobil rental atau mobil sewaan dengan tarif Rp50.000 per orang dan terminal mobil rental ini terdapat di Hotel Meranti, Pangkalankerinci.
Perjalanan dari Pangkalankerinci ke Teluk Meranti dapat ditempuh dengan waktu sekitar 3 jam. Selain itu, perjalanan juga dapat dilakukan menggunakan sarana transportasi air, dari Pangkalankerinci (pelabuhan di jembatan Pangkalankerinci) kita bisa menggunakan speedboat ke Desa Teluk Meranti dengan waktu tempuh perjalanan sekitar 3 jam dengan biaya perjalanan sekitar Rp150.000.
 2. Pacu Jalur
PACU JALUR biasanya dilakukan di Sungai Batang Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Hal ini tak lepas dari catatan panjang sejarah, dimana Sungai Batang Kuantan yang terletak antara Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu dan Kecamatan Cerenti di hilir, telah digunakan sebagai jalur pelayaran sejak awal abad ke-17. Dan di sungai ini pulalah perlombaan Pacu Jalur pertama kali dilakukan. Arena lomba Pacu Jalur mengikuti aliran Sungai Batang Kuantan, dengan panjang lintasan sekitar 1 km yang ditandai dengan tiga tiang pancang.
Pacu Jalur merupakan salah satu tradisi budaya di Riau yang begitu mengakar di masyarakat Kabupaten Kuansing. Bahkan, agenda ini sudah masuk dalam kalender pariwisata nasional. Pacu Jalur sejenis lomba perahu dayung tradisional dari Riau berukuran panjang sekitar 25-40 meter dengan awak perahu 40-60 orang, tergantung dari jenis jalurnya.
Kuansing adalah sebuah kabupaten yang secara administratif termasuk dalam Provinsi Riau. Daerahnya memiliki banyak sungai. Kondisi geografis yang demikian, pada gilirannya membuat sebagian besar masyarakatnya memerlukan jalur atau perahu sebagai alat transportasi. Kemudian, dalam perkembangannya muncul jalur-jalur yang diberi ukiran indah, seperti ukiran kepala ular, buaya, atau harimau, baik di bagian lambung maupun selembayungnya.
Perubahan tersebut sekaligus menandai perkembangan fungsi jalur menjadi tidak sekadar alat angkut, namun juga menunjukkan identitas sosial. Sebab, hanya penguasa wilayah, bangsawan, dan datuk-datuk saja yang mengendarai jalur berhias itu.
Perkembangan selanjutnya (kurang lebih 100 tahun kemudian), jalur tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi dan simbol status sosial seseorang, tetapi diadu kecepatannya melalui sebuah lomba. Dan lomba itu oleh masyarakat setempat disebut dengan Pacu Jalur.
Pada awalnya, Pacu Jalur diselenggarakan di kampung-kampung di sepanjang Sungai Kuantan untuk memperingati hari-hari besar Islam. Ketika Belanda mulai memasuki daerah Riau (sekitar tahun 1905), tepatnya di kawasan yang sekarang menjadi Kota Teluk Kuantan (Ibukota Kabupaten Kuansing), mereka memanfaatkan Pacu Jalur dalam rangka merayakan HUT Ratu Wilhelmina yang jatuh setiap tanggal 31 Agustus. Pada masa kemerdekaan, Pacu Jalur kembali diadakan secara rutin untuk memperingati HUT RI (17- Agustusan).
Lomba Pacu Jalur yang paling meriah biasanya dilaksanakan di Tepian Narosa, Kota Teluk Kuantan setiap Agustus atau dalam rangka memperingati HUT RI. Wakil Presiden HM Jusuf Kalla semasa Pemerintahan Presiden SBY sudah pernah membuka secara langsung lomba Pacu Jalur ini.
Bila Anda ingin menyaksikan atau ikut terlibat menjadi anak pacu, Anda bisa berangkat dari Pekanbaru, Ibukota Provinsi Riau menuju Kota Teluk Kuantan (jarak tempuh lebih-kurang 160 km) menggunakan jalur darat. Jalan yang beraspal dan mulus akan mengantarkan Anda lebih-kurang 3,5 jam untuk sampai di kota tujuan.
3. Ritual Bakar Tongkang
 
 REPLIKA tongkang (perahu) berukuran 8x2 meter itu diarak dari Klenteng Ing Hok King, sebuah rumah ibadah tertua umat Kong Hu Chu yang terdapat di tengah Kota Bagan Siapi-api, Rokan Hilir, Provinsi Riau. Puluhan ribu warga tampak tumpah ruah ke jalanan. Mereka tidak hanya berasal dari penduduk tempatan, tapi juga dari berbagai negara di belahan dunia.
Saat telah sampai di tempat yang disediakan, di tengah lapangan di tepian laut mengarah ke Selat Malaka, ribuan manusia memejamkan mata melantunkan doa. Menunggu jawaban dari arah jatuhnya tongkang yang telah dibakar.
Replika kapal yang terbuat dari kayu dan kertas dibakar di atas tumpukan kertas doa di dalam kapal juga terdapat replika patung Dewa Ki Ong Ya. Saat kapal ludes terbakar dimakan api, puluhan ribu warga Tionghoa menantikan arah jatuhnya tiang kapal. Mereka meyakini, jika tiang kapal jatuh ke arah laut, maka mereka percaya jika rezeki pada tahun ini datang dari arah laut atau nelayan dan jika tiang jatuh ke arah daratan, maka rezeki datang dari daratan atau bertani.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, ritual bakar tongkang biasanya berlangsung meriah. Even internasional ini menarik wisatawan mancanegara dan lokal karena tradisi membakar tongkang di Bagansiapiapi adalah yang terbesar di dunia.
Kota di hilir Sungai Rokan itu sesak dengan pengunjung yang didominasi oleh etnis Tionghoa, terutama keturunan asli Bagansiapi-api yang merantau setelah produk hasil perikanan dari kota pesisir yang pernah tercatat sebagai produsen tertinggi di dunia ini mulai menurun.
Perayaan bakar tongkang biasanya digelar pada pertengahan bulan Juni atau tanggal 16 bulan kelima dalam kalender Imlek. Biasanya perayaan bakar tongkang akan mengubah wajah kota Bagansiapi-siapi menjadi serba merah-merah. Musik tradisional China mengiringi tarian barongsai dan grup opera yang sengaja diundang memeriahkan suasana. Inilah salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat Tionghoa di Bumi Melayu.
Tradisi ini merupakan tradisi yang mengagumkan dan menjadi bukti toleransi bangsa Indonesia terhadap keberagaman etnis dan budaya. Berdasarkan catatan dari Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, Riau, sedikitnya 40 ribu wisatawan lokal dan mancanegara menghadiri setiap upacara Bakar Tongkang.
Bila Anda tertarik ingin menyaksikan langsung upacara unik ini, dari Pekanbaru Anda bisa menggunakan jalur darat menuju Kota Bagan Siapi-api dengan jarak tempuh sekitar 5,5 jam perjalanan.
4. Tour de Siak
 
BANYAK cara yang dilakukan pemerintah daerah untuk menarik wisatawan agar berkunjung ke daerah mereka. Salah satunya apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Siak Sri Indrapura, Riau dengan menggelar iven Tour de Siak (TdS) setiap tahun. Sejak digelar mulai tahun 2013 lalu, TdS kini menjadi salah satu andalan pariwisata Riau, khususnya Kabupaten Siak dan sudah bertaraf internasional.
Pelaksanaan event ini sudah masuk dalam kalander pariwisata Provinsi Riau. Biasanya TdS diikuti para pembalap sepeda profesional dari berbagai negara. Melalui TdS ini, para peserta lomba atau wisatawan mendapat suguhan menarik. Mereka bisa menikmati secara langsung keindahan negeri Siak dengan bersepeda melalui lintasan etape yang disiapkan oleh panitia lomba.
Setiap etape memiliki karakteristik tersendiri. Peserta lomba akan melintasi beberapa jembatan, seperti Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah, Jembatan Tengku Abdul Jalil Rakhmadsyah dan juga Jembatan Sultan Syarif Qasim. Peserta juga akan terpesona dengan keasrian dan kesejukan pepohonan serta perkebunan sawit yang berada di sebalah kiri-kanan jalur lintasan atau areal persawahan yang indah.
Kini, Siak tidak hanya dikenal dengan Istana Siak-nya, tapi juga keasrian atau keindahan alamnya yang bisa dinikmati para pembalap ketika berlangsungnya iven TdS.
Bila Anda tertarik mengikuti TdS atau berwisata ke Siak, Anda bisa dengan mudah datang ke Siak. Bila Anda berangkat dari Pekanbaru, Anda bisa menggunakan jalur darat yang memakan waktu sekitar 2,5 jam perjalanan. Ayo, tunggu apalagi, mari berwisata ke Riau Negeri Melayu Lancang Kuning...
Penulis : Erisman Yahya


IKUTI KAMI DI

Social Media Widget SM Widgets




Demo Blog NJW V2 Updated at: 08:58

0 comments:

Post a Comment