Foto : Wikipedia.com |
Mengawali tulisan saya pada blog culture melayu ini saya mengambil sumber tulisan dari buku "Tegak Menjaga Tuah, Duduk Memlihara Marwah" yang di terbitkan oleh balai kajian dan pengembangan budaya melayu, memulai dari profil seorang tokoh Budayawan Melayu asal Riau yang termasyhur yaitu Tengku Nasaruddin Said Effendy atau yang di kenal dengan Tenas Effendy dilahirkan pada 9 November 1936 di Dusun Tanjung Malim, Desa Kuala Panduk Pelalawan, Provinsi Riau, dari ayah yang bernama Tengku Said Umar Muhammad Aljufri dan Ibu Tengku Syarifah Azamah binti Tengku Said Abubakar. Ayah Tenas Effendi adalah sekretaris pribadi Sultan Said Hasyim, seultan pelalawan waktu itu.Karena tugasnya sebagai sekretaris, T.Said Umar Mehammad selalu menulis adat istiadat dan membuat catatan-catatan penting kerajaan pelalawan yang semuanya ditulis dalam sebuah buku yang dinamakan buku Gajah. Semua silsilah Kerajaan Pelalawan, adat-istiadat, dan peristiwa penting lainnya di catat dalam buku itu dan ini dilakukannya selama bertahun-tahun.
Kendati sehari hari T.Said Umar Muhammad selalu berada di lingkungan istaa kerajaan Pelalawan, apalagi rumah ibundanya persis berada di samping istana, namun T.Said Umar Muhammad hidup di tenagh-tengah masyarakat dengan melakukan pekerjaan berkebun dan berladang. Setelah Sultan Said Hasyim mengkat pada tahun 1930, T.Said Umar Muhammad dan keluarga pindah dari Pelalawan ke Kuala Panduk dan menhjalani aktifitas seperti masayarakat lainnya. di Kuala Panduk T.Said Umar Muhammad diangkat sebagai Penghulu sekaligus sebagai tuan guru agama yang pertama dan guru sekolah desa. Di Kuala Panduk inilah Tengku Nasaruddin ini lahir.
Masa kecil T.Nasarudidin Effendy dihabiskan dengan mengikuti sang ayah berladang padi, hingga T.Nasaruddin Effendy kecil paham betul kegiatan berladang yang dilakukan ayahnya dan masayarakat desa sehari hari, selain berladang T.Nasaruddin Effendy juga selalu melakukan kegiatan menangkap ikan yang salah satunya juga mata pencarian masayarakat umumnya pada waktu itu.
Pengaruh orang tua dan kebiasaan masyarakat umumnya membuat Tenas mengenal alam secara berangsur angsur, dimulai dari cara berladang, menangkap ikan dan bergaul dengan masyarakat dengan kultur kebudayaan melayu yang kental. hal ini diperkuat lagi dengan pengaruh pekerjaan ayahnya sebagai penghulu kampung, yang sehari hari yang selalu dikunjung oleh pucuk-pucuk adat dan masyarakat lainnya dengan membawa beragam adat istiadat yang secara tidak langsung membuat Tenas mulai mengenal berbagai acara adat yang dilakukan oleh masyarakat. Pada saat bulan puasa dan perayaan Idul Fitri, pucuk-pucuk adat datang membawa berbagai acara adat dan kesenian. Pada saat itulah Tenas mengenal adanya sastra lisan orang petalangan yang disebut dengan nyanyian panjang. Kearifan masayarakat dalam berpantun, bersyair, dan gurindam disimak Tenas dengan baik. Apalagi dilingkungan keluarganya, ibu dan neneknya adalah orang-orang yang ahli membaca syair dan itu selalu di dendangkan kala waktu senggang di rumah mereka atau di tuturkan menjelang tidur. Kebiasaan dalam mendengar berbagai khasanah budaya ini secara berangsur-angsur membuat Tenas mampu menyerap berbagai unsur budaya tersebut dan terpatri sangat mendalam dalam kehidupannya.
Aktivitas budaya juga dapat Tenas saksikan saat upacara penabalan Sultan Said Harun. Masyarakat menyambut upacara ini dengan perasaan suka cita. Ini ditandai dengan sikap masyarakat yang dengan ikhlas datang beramai-ramai ke istana dengan membawa bahan makanan, hewan ternak dan juga tenaga, bahu membahu membangun dapur umum, bangsal-bangsal panjang , sampai panggung kesenian yang semakin menambah meriahnya acara. Disanalah masyarakat dapat menyaksikan berbagai atraksi kesenian ditampilkan. Mulai dari nyanyian,tarian,pantun,syair, dan gurindam. Hal ini tentu saja membuat Tenas sangat akrab dengan berbagai aktifitas budaya tersebut.
Bukan saja saat upacara resmi kerajaan seperti penabalan Sultan, pada bulan Ramadhan dan Idul fitripun, istana banyak didatangi oleh para pedagang dan masyarakat kurang mampu. Sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan Sultan untuk menyediakan aneka panganan dan hidangan berbuka puasa, dan selalu dibangun bangsal-bangsal panjang sebagai tempat menikmati hidangan yang disediakan. karena rumah datuk Tenas yang bernama Said Muhammad Aljufri, dipanggil tengku Tuan atau Tengku haji persis berada disamping istana, maka seluruh keluarganya, banyak juga dikunjungi oleh masyarakat. Mereka bermalam maupun sekedar bersilaturahmi baik kepada Datuknya yang ulama dan sering memberi pengertahuan agama, kepada lingkungan istana maupun masyarakat umumnya. Suasana agamais dengan balutan adat yang kental juga membentuk sikap Tenas dalam memandang kehidupan Masyarakat kendati belum memahami benar, namun kebiasaan di masyarakat dengan beragam aktivitas kebudayaannya itu telah membentu pandangan Tenas mengenai kebudayaan Melayu yang islami. Diatmbah dengan lingkungan keluarganya yang sangat mencintai kebudayaan, dimaa hampir seluruh keluarga adalah orang yang ahli dalam aktivitas adat dan kesenian Melayu. Katakan neneknya dan Tengku Syarifah Fatimah dan Tengku Syarifah Zaharah adalah adalah orang-orang yang sangat ahli dalam membaca syair.
Aktivitas budaya juga dapat Tenas saksikan saat upacara penabalan Sultan Said Harun. Masyarakat menyambut upacara ini dengan perasaan suka cita. Ini ditandai dengan sikap masyarakat yang dengan ikhlas datang beramai-ramai ke istana dengan membawa bahan makanan, hewan ternak dan juga tenaga, bahu membahu membangun dapur umum, bangsal-bangsal panjang , sampai panggung kesenian yang semakin menambah meriahnya acara. Disanalah masyarakat dapat menyaksikan berbagai atraksi kesenian ditampilkan. Mulai dari nyanyian,tarian,pantun,syair, dan gurindam. Hal ini tentu saja membuat Tenas sangat akrab dengan berbagai aktifitas budaya tersebut.
Bukan saja saat upacara resmi kerajaan seperti penabalan Sultan, pada bulan Ramadhan dan Idul fitripun, istana banyak didatangi oleh para pedagang dan masyarakat kurang mampu. Sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan Sultan untuk menyediakan aneka panganan dan hidangan berbuka puasa, dan selalu dibangun bangsal-bangsal panjang sebagai tempat menikmati hidangan yang disediakan. karena rumah datuk Tenas yang bernama Said Muhammad Aljufri, dipanggil tengku Tuan atau Tengku haji persis berada disamping istana, maka seluruh keluarganya, banyak juga dikunjungi oleh masyarakat. Mereka bermalam maupun sekedar bersilaturahmi baik kepada Datuknya yang ulama dan sering memberi pengertahuan agama, kepada lingkungan istana maupun masyarakat umumnya. Suasana agamais dengan balutan adat yang kental juga membentuk sikap Tenas dalam memandang kehidupan Masyarakat kendati belum memahami benar, namun kebiasaan di masyarakat dengan beragam aktivitas kebudayaannya itu telah membentu pandangan Tenas mengenai kebudayaan Melayu yang islami. Diatmbah dengan lingkungan keluarganya yang sangat mencintai kebudayaan, dimaa hampir seluruh keluarga adalah orang yang ahli dalam aktivitas adat dan kesenian Melayu. Katakan neneknya dan Tengku Syarifah Fatimah dan Tengku Syarifah Zaharah adalah adalah orang-orang yang sangat ahli dalam membaca syair.
Patut di contoh untuk generasi melayu
ReplyDeleteSemoga kedepan generasi2 sekarang mampu menjaga kebudayaan dan marwah melayu